Haloperidol, Antipsikotik untuk
Berbagai Usia

Psikotik adalah salah satu kelainan psikiatri yang sering
dijumpai. Salah satu obat yang efektif untuk terapi gangguan psikotik adalah
haloperidol. Penggunaannya telah terbukti ampuh pada pasien berbagai usia.
Haloperidol
adalah obat yang dikategorikan ke dalam agen antipsikotik, antidiskinetik, dan
antiemetik. Obat ini diindikasikan untuk kelainan psikotik akut dan kronik,
seperti skizofrenia, gangguan manik, dan psikosis yang diinduksi obat misalnya
psikosis karena steroid. Haloperidol juga berguna pada penanganan pasien
agresif dan teragitasi. Selain itu, obat ini dapat digunakan pada pasien
sindrom mental organik dan retardasi mental. Pada anak haloperidol sering
digunakan untuk mengatasi gangguan perilaku yang berat.
Secara
umum haloperidol menghasilkan efek selektif pada sistem saraf pusat melalui
penghambatan kompetitif reseptor dopamin (D2) postsinaptik pada sistem
dopaminergik mesolimbik. Selain itu, haloperidol bekerja sebagai antipsikotik
dengan meningkatkan siklus pertukaran dopamin otak. Pada terapi subkronik, efek
antipsikotik dihasilkan melalui penghambatan depolarisasi saraf dopaminergik.
Haloperidol
memiliki beberapa karakteristik farmakodinamik. Konsentrasi plasma terapi obat
ini berkisar 4-20 nanogram per mL (0.01-0.05 mikromol per L). Ikatan
haloperidol dengan protein dalam darah sangat tinggi yaitu mencapai 92%. Pada
penggunaan secara oral, tingkat absorpsi haloperidol adalah 60%. Volume
distribusinya adalah 18 L/Kg. Sekitar 40% dari dosis oral tunggal akan
dieliminasi melalui ginjal. Biasanya obat ini diekskresikan melalui urin dalam
lima hari. Sejumlah 15% dari dosis oral diekskresikan melalui feses oleh
eliminasi empedu.
Pada
remaja dan dewasa, haloperidol sebagai antipsikotik dan antidiskinetik
digunakan secara oral dengan dosis awal sebesar 500 mcg (0.5 mg) sampai 5 mg
sebanyak 2 -3 kali per hari. Peningkatan dosis dapat dilakukan secara bertahap
sesuai kebutuhan dan daya toleransi. Batas dosis pada orang dewasa adalah 100
mg per hari.
Pada
anak-anak yang berusia 3-12 tahun dengan berat badan dalam kisaran 15-40 Kg,
haloperidol dikonsumsi secara oral dengan dosis awal 50 mcg (0.05 mg) per
Kg/BB/hari (dibagi ke dalam 2-3 dosis). Sementara itu, pada pasien usia lanjut
dosis yang digunakan adalah 500 mcg– 2 mg sebanyak 2-3 kali sehari. Dosis dapat
ditingkatkan secara bertahap sesuai kebutuhan dan toleransi yang diperbolehkan.
Efek
samping haloperidol berbeda pada berbagai tingkatan usia. Efek samping yang
sering terjadi pada anak-anak adalah efek piramidal. Sementara itu, pada pasien
usia lanjut efek samping yang sering muncul adalah efek ekstrapiramidal dan
hipotensi ortostatik. Efek samping itu dapat dicegah dengan penggunaan dosis
awal yang lebih rendah dan peningkatan dosis secara bertahap.
Penggunaan
haloperidol harus disesuaikan dengan keadaan individu dan usia pasien.
Pemberiannya harus mempertimbangkan faktor risiko dan manfaat untuk menghindari
timbulnya efek samping yang lebih berbahaya. Dengan demikian, pasien yang
menggunakan obat ini harus membaca petunjuk pemakaian dengan seksama. Primz
Pemberian
obat antipsikotik pada lansia meningkatkan risiko pneumonia
|
Written by Administrator
|
Wednesday, 09 November 2011
|
Dr. Gianluca Trifiro dkk. dari
Erasmus University Medical Center, Rotterdam, dalam studinya menyatakan bahwa
dokter yang memberikan obat antipsikotik atipik dan tipik pada pasien usia
lanjut, perlu memonitor pasiennya secara ketat, karena kemungkinan risiko
terkenapneumonia, terutama jika diberikan dalam dosis tinggi.
Meskipun tidak diketahui secara
pasti mengapa hal ini dapat terjadi, tetapi diduga bahwa efek anthihistamin,
ekstrapiramidal, dan antikolinergiknya dapat merangsang timbulnya pneumonia
aspirasi melalui efek menelan dan kekeringan mulut.
Melalui data yang diperolehdari Dutch Integrated Primary Care Information; para peneliti membandingkan 258 subjek yang menderita penumonia dan menggunakan antipsikotik (usia 65 tahun atau lebih) dengan 1.686 subyek kontrol. Penggunaan antipsikotik tipik dan atipik meningkatkan risiko pneumonia secara dose-dependent, dengan PR adjusted 1,76 dan 2,61. Analisis selanjutnya menunjukkan bahwa hanya antipsikotik atipik yang meningkatkan risiko pneumonia fatal (PR adjusted 5,97). Risiko pneumonia lebih tinggi pada obat dengan afinitas reseptor histamin-H1 yang lebih besar. Para peneliti menyimpulkan bahwa sehubungan dengan peran potensial efek antihistamin dan adanya profil ikatan reseptor yang berbeda dari obat antipsikotik, maka diperlukan studi berbasis populasi yang lebih besar guna mengevaluasi risiko pneumonia pada individu yang mendapat antipsikotik atipik dan tipik tertentu. (Annals of Internal Medicine 2010; 152:418-425. Medical Update, mei 2010, p.13). |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar